Monday, November 17, 2014

Think Before You Speaking

Jadi gini loh... Seringkali kita ngomong seenaknya seakan-akan setiap orang tidak akan pernah masalah dengan apa yang akan kita ucapkan. Mungkin karena kita terlalu sering menyepelekan perasaan orang atau mungkin ego kita yang terlalu besar. 

No offense ya people. Saya juga seringkali, baik sadar maupun gak sadar melakukan itu. Dan saya juga seringkali mendapat teguran dari teman-teman terdekat saya. Atau malah gak jarang juga suka sadar sendiri kalau ternyata ucapan saya sudah menyinggung seseorang tersebut. Jadi, bisa dibilang tulisan ini juga sebagai bahan instrospeksi saya pribadi. Siapa tahu bisa jadi inspirasi teman-teman lain juga. 

Sebetulnya setelah 2x membaca bukunya Diana Rikasari yang berjudul #88LoveLife saya jadi terinspirasi menulis tentang hal ini. Buku #88LoveLife ini berisi tentang quotes yang diungkapkan Diana dalam menghadapi kehidupan roller coaster nya. Dari jamannya dulu dia di bully di sekolah sampai dia ada di posisi sekarang. Dan buku ini sangat inspiratif. Paling tidak untuk saya pribadi. 

Dalam salah satu quotesnya, ada kalimat begini : "HAVE THE SENSE TO PUT OURSELVES IN OTHER PEOPLE SHOES. LIFE'S NOT ALWAYS ABOUT ME, ME, ME."


Saya suka sekali kalimat ini. Kenapa ?

Karena menurut saya begini, kita ini kan makhluk sosial. Dimana bukan hanya ada kita di dunia ini. Tapi banyak orang dengan berbagai macam karakter. Dan kita harus bisa bersosialisasi dengan mereka paling tidak dengan meminimalisir percekcokan terjadi, supaya hidup kita damai. Saya yakin hidup tidak mungkin tidak ada masalah. Pasti ada saja orang yang tidak kita sukai, atau sebaliknya. Pasti ada saja orang yang sering berselisih paham dengan kita sehingga akhirnya membuat kita dan mereka bermusuhan. 

Tapi sebetulnya hal-hal tersebut sangat bisa kita minimalisir. Caranya adalah dengan berempati. 

Tidak semua orang mengalami hal yang sama dengan kita. Tidak semua orang mempunyai kisah hidup yang sama dengan kita. Tidak semua orang mempunyai orang tua yang lengkap seperti kita. Kalaupun sama-sama masih punya orang tua yang lengkap, mungkin tidak semua orang mempunyai orang tua yang sepengertian, seasik, seterbuka atau se-open minded orang tua kita. Intinya saya berbeda dengan kamu. Kamu berbeda dengan dia. Dia berbeda dengan saya. Kita diciptakan dan ditakdirkan berbeda oleh Tuhan. Dan sebaiknya kita saling menghargai perbedaan tersebut dengan berempati. 

Berempati yang seperti apa ? Sederhana. Yaitu dengan menyadari bahwa perbedaan itu ada. Selalu pahami dan maklumi setiap perbedaan dari masing-masing orang itu. Dan posisikan kalau diri kita ada di posisi orang itu, sehingga kita bisa ikut merasakan apa yang sedang dialaminya. 

Misal, untuk saya, maaf, kata 'Janda' itu biasa saja. Sama seperti makna harafiahnya. Yaitu perempuan yang sudah tidak bersuami. Baik itu karena ditinggal meninggal atau bercerai. Tapi mungkin bagi seseorang lain, Janda itu bermakna sangat dalam. Kenapa ? Mungkin karena dia adalah salah satu dari Janda itu. Atau mungkin karena suaminya sempat berhubungan affair dengan seorang Janda atau kemungkinan-kemungkinan yang lain. Sesuai dengan pengalaman hidup orang tersebut. Jadi, saat saya mengucap guyonan tentang Janda yang menurut saya biasa saja, bisa jadi orang lain tersinggung atau marah. Yang akhirnya membuat hubungan kita dan orang tersebut menjadi renggang. 

See ? Look how one word can destroy our relationship ! 

Anyway, maaf ya kalau pilihan katanya kurang berkenan. Ini karena saat saya membuat tulisan ini, kamar di seberang sana (alias kamar mama papa saya) lagi masang radio dangdut yang mutar lagu "Gadis / Janda" milik Elvy Sukaesih & Mansyur S. Jadi terpintas lah kata itu. Maaf kalau kurang berkenan. Ini saya buat hanya sebagai contoh, tidak ada maksud apa-apa. 

Atau contoh lain begini, di dunia pekerjaan, misal saya sebagai sales dengan rekan lain sesama sales. Untuk saya, penghasilan bulanan dengan skema komisi yang baru dibuat aman-aman saja. Sehingga tidak perlu mengadakan demo untuk meminta perubahan skema lagi. Tapi bagi sales lain, mungkin ini akan jadi masalah. Kenapa ? Mungkin karena dia adalah tulang punggung keluarga, dia masih punya adik-adik yang bersekolah, masih ada orang tua yang harus ditanggung kehidupan hariannya, atau suaminya dipecat dari perusahaannya dan sampai sekarang belum mendapatkan pekerjaan lagi. Mungkin bagi saya saat melihat dia komplain tentang perubahan sistem komisi yang baru, saya risih karena berkesan dia tidak bersyukur. Tapi kalau saya bisa sedikit berempati dengan keadaan dia, paling tidak saya bisa menutup mulut saya untuk melontarkan kata-kata yang negatif tentang dia. Apalagi sampai membawa-bawa orang lain untuk berpikir / bersikap negatif juga ke dia.

See, how emphaty can make ourselves wiser, and also can save our life live in peace ?

So, from now on, dearest people, please FEEL BEFORE YOU THINKING. THINK BEFORE YOU SPEAKING. Tentang apapun, terhadap siapapun.



Kalaupun kita sudah terlanjur mengucap, ada baiknya minta maaf. Meskipun misal orang tersebut tidak meminta kita untuk meminta maaf. 

Saya pribadi, meminta maaf yang sedalam-dalamnya atas perkataan yang seringkali tidak berkenan. Meminta maaf yang sebesar-besarnya atas sikap yang seringkali tidak pantas. Meminta maaf yang setulus-tulusnya atas niat atau pikiran yang tidak seharusnya. 

Semoga teman-teman selalu dalam lindungan Tuhan YME, dan selalu dilancarkan rezekinya. Amin :)

Love,
K

No comments:

Post a Comment